BAB
6
KONVERGENSI
AKUNTANSI
Konvergensi standar akuntansi dapat
dilakukan dengan 3 cara yaitu, harmonisasi (membuat standar sendiri yang
berkonflik dengan IFRS), adaptasi (membuat standar sendiri yang disesuaikan
dengan IFRS), atau adopsi (mengambil langsung dari IFRS). Indonesia memilih
untuk melakukan adopsi. Namun bukan adopsi penuh, memningat adanya perbedaan
sifat bisnis dan regulasi di Indonesia. Oleh karena itu, saat Standar Akuntansi
Keuangan milik Indonesia sebagai besar sudah sama dengan IFRS.
Konvergensi IFRS ini memiliki manfaat
lain sperti meningkatkan arus investasi global melalui keterbandingan laporan
keuangan (saat ini sekitar 120 negara sudah berkomitmen untuk melakukan
konvergensi dengan IFRS). Konvergensi ini seharusnya dicapai Indonesia pada
tahun 2008 lalu, namun karena beberapa hal, DSAK (Dewan Standar Akuntansi
Keuangan) berkomitmen bahwa konvergensi akan dicapai 1 Januari 2012.
Kegagalan Indonesia untuk mencapai
konvergensi pada tahun 2008 ini harus dibayar dengan masih tingginya tingkat
suku bunga kredit untuk Indonesia yang ditetapkan oleh World Bank. Hal ini
dikarenakan World Bank menganggap investasi di Indonesia masih beresiko karena
penyajian laporan keuangan masih menggunakan Standar Akuntansi buatan Indonesia
(celum IFRS).
SAK yang dikonvergensikan dengan IFRS
ini diterapkan pada entitas-entitas yang memiliki fungsi fidusia (memegang
kepentingan orang banyak) atau disebut juga dengan berakuntabilitas publik.
Contoh entitas memiliki fungsi fidusia adalah entitas perbankan, BUMN, dan
entitas yang menjual saham di pasar modal. Komponen utama dari SAK adalah
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang diadopsi dari IAS dan ISAK
yang diadopsi dari SIC dan IFRIC.
Entitas yang tidak memiliki fungsi
fidusia atau entitas yang memiliki fungsi fiduasi namun diijinkan rgulatornya
(sebagi contoh adalah BPR) menggunakan SAKETAP (Standar Akuntansi Keuangan
Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik). Hal ini berdasarkan pertimbangan biaya
manfaat dalam penyajian laporan keuangan, yang mana biaya penyajian laporan
keuangan jangan sampai terlalu besar sehingga tidak sesuai dengan manfaatnya.
Untuk rntitas tanpa akuntabilitas publik, kebanyakan manfaat laporan keuangan
adalah untuk pemilik.
Dalam hal ini, penerapan persyaratan SAK
untuk entitas tanpa akuntabilitasa publik akan menghabiskan banyak biaya yang
tidak akan sebanding dengan manfaatnya. seperti misalnya penegukuran dengan
nilai wajar, atau persyaratan pengungkapan informasi yang cukup banyak.
Pengaturan dalam SAKETAP berdasarkan pada prinsip pervasif. Dalam prinsip ini,
kerangka dasar penyajian dan pelapran keuangan (KDPPLK) yang dalam Sak bukan
merupakan bagian dari standar, dijadikan bagian dari standar ETAP yaang
memiliki kekuatan mengatur. Selain itu SAKETAP masih menggunakan konsep biaya
historis. Contoh entitas tanpa akuntabilitas publik adalah UMKM dan perusahaan
privat.
Indonesia yang mayoritas penduduknya
adalah muslim, saat ini sudah memiliki banyak produk-produk keuangan syariah.
Dalam hal ini, entitas-entitas yang melakukan transaksi syariah, harus
melaporkan transaksi syariah tersebut menggunakan Standar Keuangan Syariah
(SAKSyariah). Oleh karen itu, saat ini di Indonesia bisa jadi satu entitas yang
berakuntabilitas publik (sebagai contoh perbankan) akan melaporkan transaksi
konvensionalnya menggunakan SAK dan melaporkan transaksi syariahnya menggunakan
SAK Syariah.
Selain entitas bisnis terdapat entitas
non bisnis yang melakuakan kegiatan tanpa beroientasi laba. Entitas non Bisnis
ini juga bisa disebut sebagai entitas sketor publik yang terbagi menjadi
pemerintahan dan organisasi non pemerintahan. Secara internasional, akuntansi
untuk entitas sektor publik diatur oleh IPSASB dengan produknya disebut IPSAS.
IPSAS diterapkan untuk entitas sektor
publik seperti misalnya pemerintahan, lembaga sosial kemasyarakatan, yayasan,
dan partai politik. Di Indonesia, Pengaturan untuk sektor publik dipisahkan.
Entitas pemerintahan menggunakan SAP yang disusunoleh komite standar akuntansi
pemerintahan, sedangkan entitas nirlaba menggunakanPSAK 45: pelaporan Keuangan
Organisasi Nirlaba.
Bagi pelaku bisnis pada umumnya, pernyataan
dan tantangan apakah implementasi IRS membutuhkan biaya yang besar? Beberapa
pihak sudah ada yang mengeluhkan besarnya investasi di bidang sistem informasi
dan teknologi yang harus dipkul perusahaan untuk mengikuti persyaratan yang
diharuskan. Untuk pertanyaan ini dalaha jelas bahwa adopsi IFRS membutuhkan
biaya, energi dan waktu yang tidak ringan, tetapi biaya untuk tidak
mneadopsinya akan lebih jauh lebih signifikan. Komitmen manajemen perusahaan
Indonesia untuk mengadopsi IFRS merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan daya
saing perusahaan Indonesia di masa depan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar