Jumat, 04 April 2014

KONVERGENSI AKUNTANSI


BAB 6
KONVERGENSI AKUNTANSI

Konvergensi standar akuntansi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu, harmonisasi (membuat standar sendiri yang berkonflik dengan IFRS), adaptasi (membuat standar sendiri yang disesuaikan dengan IFRS), atau adopsi (mengambil langsung dari IFRS). Indonesia memilih untuk melakukan adopsi. Namun bukan adopsi penuh, memningat adanya perbedaan sifat bisnis dan regulasi di Indonesia. Oleh karena itu, saat Standar Akuntansi Keuangan milik Indonesia sebagai besar sudah sama dengan IFRS.
Konvergensi IFRS ini memiliki manfaat lain sperti meningkatkan arus investasi global melalui keterbandingan laporan keuangan (saat ini sekitar 120 negara sudah berkomitmen untuk melakukan konvergensi dengan IFRS). Konvergensi ini seharusnya dicapai Indonesia pada tahun 2008 lalu, namun karena beberapa hal, DSAK (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) berkomitmen bahwa konvergensi akan dicapai 1 Januari 2012.
Kegagalan Indonesia untuk mencapai konvergensi pada tahun 2008 ini harus dibayar dengan masih tingginya tingkat suku bunga kredit untuk Indonesia yang ditetapkan oleh World Bank. Hal ini dikarenakan World Bank menganggap investasi di Indonesia masih beresiko karena penyajian laporan keuangan masih menggunakan Standar Akuntansi buatan Indonesia (celum IFRS).
SAK yang dikonvergensikan dengan IFRS ini diterapkan pada entitas-entitas yang memiliki fungsi fidusia (memegang kepentingan orang banyak) atau disebut juga dengan berakuntabilitas publik. Contoh entitas memiliki fungsi fidusia adalah entitas perbankan, BUMN, dan entitas yang menjual saham di pasar modal. Komponen utama dari SAK adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang diadopsi dari IAS dan ISAK yang diadopsi dari SIC dan IFRIC.
Entitas yang tidak memiliki fungsi fidusia atau entitas yang memiliki fungsi fiduasi namun diijinkan rgulatornya (sebagi contoh adalah BPR) menggunakan SAKETAP (Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik). Hal ini berdasarkan pertimbangan biaya manfaat dalam penyajian laporan keuangan, yang mana biaya penyajian laporan keuangan jangan sampai terlalu besar sehingga tidak sesuai dengan manfaatnya. Untuk rntitas tanpa akuntabilitas publik, kebanyakan manfaat laporan keuangan adalah untuk pemilik.
Dalam hal ini, penerapan persyaratan SAK untuk entitas tanpa akuntabilitasa publik akan menghabiskan banyak biaya yang tidak akan sebanding dengan manfaatnya. seperti misalnya penegukuran dengan nilai wajar, atau persyaratan pengungkapan informasi yang cukup banyak. Pengaturan dalam SAKETAP berdasarkan pada prinsip pervasif. Dalam prinsip ini, kerangka dasar penyajian dan pelapran keuangan (KDPPLK) yang dalam Sak bukan merupakan bagian dari standar, dijadikan bagian dari standar ETAP yaang memiliki kekuatan mengatur. Selain itu SAKETAP masih menggunakan konsep biaya historis. Contoh entitas tanpa akuntabilitas publik adalah UMKM dan perusahaan privat.
Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim, saat ini sudah memiliki banyak produk-produk keuangan syariah. Dalam hal ini, entitas-entitas yang melakukan transaksi syariah, harus melaporkan transaksi syariah tersebut menggunakan Standar Keuangan Syariah (SAKSyariah). Oleh karen itu, saat ini di Indonesia bisa jadi satu entitas yang berakuntabilitas publik (sebagai contoh perbankan) akan melaporkan transaksi konvensionalnya menggunakan SAK dan melaporkan transaksi syariahnya menggunakan SAK Syariah.
Selain entitas bisnis terdapat entitas non bisnis yang melakuakan kegiatan tanpa beroientasi laba. Entitas non Bisnis ini juga bisa disebut sebagai entitas sketor publik yang terbagi menjadi pemerintahan dan organisasi non pemerintahan. Secara internasional, akuntansi untuk entitas sektor publik diatur oleh IPSASB dengan produknya disebut IPSAS.
IPSAS diterapkan untuk entitas sektor publik seperti misalnya pemerintahan, lembaga sosial kemasyarakatan, yayasan, dan partai politik. Di Indonesia, Pengaturan untuk sektor publik dipisahkan. Entitas pemerintahan menggunakan SAP yang disusunoleh komite standar akuntansi pemerintahan, sedangkan entitas nirlaba menggunakanPSAK 45: pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba.
Bagi pelaku bisnis pada umumnya, pernyataan dan tantangan apakah implementasi IRS membutuhkan biaya yang besar? Beberapa pihak sudah ada yang mengeluhkan besarnya investasi di bidang sistem informasi dan teknologi yang harus dipkul perusahaan untuk mengikuti persyaratan yang diharuskan. Untuk pertanyaan ini dalaha jelas bahwa adopsi IFRS membutuhkan biaya, energi dan waktu yang tidak ringan, tetapi biaya untuk tidak mneadopsinya akan lebih jauh lebih signifikan. Komitmen manajemen perusahaan Indonesia untuk mengadopsi IFRS merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan daya saing perusahaan Indonesia di masa depan.
Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar