Sabtu, 21 Mei 2011

KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

Perubahan harga dari suatu komoditas di pasar dunia bisa berdampak negatif atau positik terhadap perekonomian Indonesia, terutama dalam bentuk perubahan biaya produksi atau inflasi. Demi menjaga kestabilitas harga di pasar domestik akibat perubahan harga di pasar dunia, pemerintah memiliki strategi atau instrumen untuk meecahkan masalah. Misalnya, dalam kasus minyak goreng, sejak tahun 2008 pemerintah menanggung Pajak Pertambahan Nilai (PNN) 10 % untuk minyak goreng yang dijual dalam negeri, baik curah maupun kemasan. Kebijakan tersebut diharapkan dapat menahan laju kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri akibat kenaikan harga minyak kelapa sawit (CPO) di dunia. Kebijakan ini sudah berjalan cukup baik, karena berhasil meredamkan kenaikan harga minyak goreng karena harga CPO di pasar dunia.
Pemerintah tidak melarang dan membatasi ekspor CPO. Namun, untuk menjamin pasokan CPO bagi produsen minyak goreng dalam negeri, pemerintah telah menetapkan kebijakan Pungutan Ekspor (PE) progresif. Besarnya tarif PE selama Maret 2008 di tetapkan 10%, mengingat patokan harga rata-rata CPO di Rotterdam sebesar 1.068 dolar AS per ton. Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.011/2008, besar PE CPO ditetapkan 105 jika harga referensinya antara 850-1.100 dolar AS per ton. PE dinaikan apabila harga internasional naik.
Sedangkan untuk komoditas impor yang merupakan bahan baku utama bagi sejumlah industri dalam negeri, pemerintah menggunakan tarif bea masuk (BM). Misalnya, pada bulan Januari 2008 Departemen PLN RI menurunkan tarif BM kedelai dari 10% menjadi 0%. Kebijakan ini dilakukan untuk mengurangi biaya produksi makanan berbasis kedelai (seperti kecap, tauco, tempe, tahu, susu kedelai dan sebagainya) akibat naiknya kedelai di pasar dunia, kebijakan ini bersifat sementara sehingga harga kedelai di pasar dunia kembali normal.
Kebijakan pemerintah mengenai pengaturan harga ekspor adalah Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 26/M-DAG/PER/7/2008 tentang penetapan harga patokan ekspor (HPE) atas barang ekspor tertentu, seprti kelapa sawit dan produk CPO (kayu,rotan, dan kulit). Menurut peraturan tersebut HPE akan ditetapkan setiap bulan dan penetapannya berpedoman pada harga rata-rata internasional atau harga rata-rata FOB di beberapa pelabuhan di Indonesia. Sedangkan PE, berpedoman pada harga rata-rata CPO CIF Rotterdam satu bulan sebelum penetapan HPE, yakni sebesar 1182, 94 dolar AS/MT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar