Sabtu, 21 Mei 2011

NERACA PEMBAYARAN, ARUS MODAL ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI

Neraca Pembayaran

Segala transaksi yang dilakukan oleh negara dalam hubungan ekonomi dengan negara lain abaik berupa barang, jasa maupun dana dapat dicatat secara sistematis di dalam suatu daftar atau catatan yang disebut Neraca pembayaran internasional. Dan sering disebut dengan singkatan neraca pembayaran (balance of payment). Neraca pembayaran dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun. Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi:
  1. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
  2.  Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.

Arus Modal Masuk

Neraca modal yang menggambarkan arus keluar masuk devisa yang bukan merupakan pembayaran atas barang atau jasa. Arus devisa yang di catat di neraca modal ialah devisa dalam arti arus modal masuk, baik berupa dana investasi maupun pinjaman atau utang luar negeri. Investasi dan pinjaman dari luar negeri merupakan arus masuk. Sedangkan investasi kita ke luar negeri dan pinjaman yang kita berikan kepada pihak luar negeri dicatat dalam arus keluar. Sebagian besar pinjaman luar negeri yang diperoleh pemerintah berasal dari sebuah konsorsium bernama Consultative Group for Indonesia (CGI) yang sebelumnya bernama Inter Group on Indonesia (IGGI). Arus modal asing bisa mendatangkan manfaat yang lebih besar ketimbang risikonya jika dikelola dengan benar. Diperkirakan hingga akhir tahun ini arus modal asing yang masuk ke Indonesia mencapai sekitar US$25 miliar. Manfaat tersebut antara lain, penurunan biaya bunga APBN, sumber investasi swasta, pembiayaan Foreign Direct Investment (FDI) dan kedalaman pasar modal. Sementara risikonya adalah terjadinya pembalikan, tekanan penguatan rupiah dan gelembung ekonomi. Pemerintah perlu lebih aktif lagi untuk mendorong perusahaan swasta untuk masuk bursa lewat penawaran saham perdana (IPO) atau right issue. kemudian, memperbanyak penerbitan obligasi negara dengan berbagai macam seri dan jangka waktu.

Utang Luar Negeri

Indonesia sebagai negara yang sedang membangun perekonomian negaranya, ingin mencoba untuk dapat membangun bangsa dan negaranya sendiri tanpa memperdulikan bantuan dari negara lain. Namun kenyataanya Indonesia sulit untuk terus bertahan ditengah derasnya laju globalisasi yang terus berkembang dengan cepat. Dalam kondisi seperti ini, Indonesia akhirnya terpaksa mengikuti arus tersebut, mencoba untuk membuka diri dengan berhubungan lebih baik dengan bangsa lain demi menunjang pembangunan bangsanya terutama dari segi perekonomian nasionalnya.
Indonesia sebenarnya pernah memiliki suatu kondisi perekonomian yang cukup menjanjikan pada awal dekade 1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus meningkat, angka kemiskinan yang cukup berhasil ditekan, dan sebagainya. Namun, pada satu titik tertentu, perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi yang melanda secara global di seluruh dunia da tahun 1998. Ini ditandai dengan tingginya angka inflasi, nilai kurs Rupiah yang terus melemah, tingginya angka pengangguran seiring dengan kecilnya kesempatan kerja, dan ditambah lagi dengan semakin membesarnya jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs Rupiah yang semakin melemah karena utang luar negeri Indonesia semuanya dalam bentuk US Dollar.
Adanya kerapuhan perekonomian Indonesia tersebut disebabkan dengan tidak adanya dukungan mikro ekonomi yang kuat. Permasalahan yang masih tidak dapat diselesaikan sampai saat ini adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang terlalu tinggi di Indonesia, sumber daya manusia Indonesia kurang kompetitif, jiwa entrepreneurship yang kurang, dan sebagainya.
Arus masuk modal asing (capital inflows) juga berperan dalam menutup gap devisa yang ditimbulkan oleh defisit pada transaksi berjalan. Selain itu, masuknya modal asing juga mampu menggerakkan kegiatan ekonomi yang lesu akibat kurangnya modal (saving investment gap) bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi. Modal asing ini selain sebagai perpindahan modal juga dapat memberikan kontribusi positif melalui aliran industrialisasi dan modernisasi. Akan tetapi apabila modal asing tersebut tidak dikalola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif yang besar terutama apabila terjadinya capital flows reversal.
Pada dasarnya, dalam proses pelaksanaan pembangunan ekonomi di negara berkembang seperti di Indonesia, akumulasi utang luar negeri merupakan suatu gejala umum yang wajar. Hal tersebut disebabkan tabungan dalam negeri yang rendah tidak memungkinkan dilakukannya investasi yang memadai sehingga banyak pemerintah negara yang sedang berkembang harus menarik dana dan pinjaman dari luar negeri. Selain itu, defisit pada neraca perdagangan barang dan jasa yang tinggi berhubungan juga dengan dilakukannya impor modal untuk menambah sumber daya keuangan dalam negeri yang terbatas.
Bagi negara berkembang termasuk Indonesia, pesatnya aliran modal merupakan kesempatan yang bagus untuk memperoleh dalam pembiayaan pembangunan ekonomi. Dimana pembangunan ekonomi yang sedang dijalankan oleh pemerintah Indonesia merupakan suatu usaha berkelanjutan yang diharapkan dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, sehingga untuk dapat mencapai tujuan itu maka pembangunan nasional dipusatkan pada pertumbuhan ekonomi. Namun karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki (tercermin pada tabungan nasional yang masih sedikit) sedangkan kebutuhan dana untuk pembangunaan ekonomi sangat besar. Maka cara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu adalah dengan berusaha meningkatkan investasi.
Pada pertengahan dekade 1980-an, modal asing yang masuk ke Indonesia masih didominasi oleh investasi langsung atau penanaman modal asing (PMA) dan pinjaman luar negeri (terutama pinjaman pemerintah). Baru setelah pemerintah melakukan deregulasi di sektor keuangan/perbankan yang dimulai sejak awal 1980-an, yang antara lain membuat sektor tersebut, termasuk pasar modal, berkembang dengan pesat, arus modal swasta jangka pendek dari luar negeri mulai mengalir ke dalam negeri. Penanaman Modal Asing (PMA) sendiri, berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sampai akhir Juli XXXX meningkat menjadi US$ 3.713.4 juta dengan realisasi proyek yang telah disetujui pemerintah sebanyak 563 proyek.
Berdasarkan uraian tersebut di atas tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai komponen dalam neraca pembayaran turut mempengaruhi keadaan perekonomian di suatu negara. Negara-negara yang umumnya merupakan negara yang sedang berkembang masih terus berusaha untuk menyempurnakan ekonomi internasionalnya.

KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

Perubahan harga dari suatu komoditas di pasar dunia bisa berdampak negatif atau positik terhadap perekonomian Indonesia, terutama dalam bentuk perubahan biaya produksi atau inflasi. Demi menjaga kestabilitas harga di pasar domestik akibat perubahan harga di pasar dunia, pemerintah memiliki strategi atau instrumen untuk meecahkan masalah. Misalnya, dalam kasus minyak goreng, sejak tahun 2008 pemerintah menanggung Pajak Pertambahan Nilai (PNN) 10 % untuk minyak goreng yang dijual dalam negeri, baik curah maupun kemasan. Kebijakan tersebut diharapkan dapat menahan laju kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri akibat kenaikan harga minyak kelapa sawit (CPO) di dunia. Kebijakan ini sudah berjalan cukup baik, karena berhasil meredamkan kenaikan harga minyak goreng karena harga CPO di pasar dunia.
Pemerintah tidak melarang dan membatasi ekspor CPO. Namun, untuk menjamin pasokan CPO bagi produsen minyak goreng dalam negeri, pemerintah telah menetapkan kebijakan Pungutan Ekspor (PE) progresif. Besarnya tarif PE selama Maret 2008 di tetapkan 10%, mengingat patokan harga rata-rata CPO di Rotterdam sebesar 1.068 dolar AS per ton. Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.011/2008, besar PE CPO ditetapkan 105 jika harga referensinya antara 850-1.100 dolar AS per ton. PE dinaikan apabila harga internasional naik.
Sedangkan untuk komoditas impor yang merupakan bahan baku utama bagi sejumlah industri dalam negeri, pemerintah menggunakan tarif bea masuk (BM). Misalnya, pada bulan Januari 2008 Departemen PLN RI menurunkan tarif BM kedelai dari 10% menjadi 0%. Kebijakan ini dilakukan untuk mengurangi biaya produksi makanan berbasis kedelai (seperti kecap, tauco, tempe, tahu, susu kedelai dan sebagainya) akibat naiknya kedelai di pasar dunia, kebijakan ini bersifat sementara sehingga harga kedelai di pasar dunia kembali normal.
Kebijakan pemerintah mengenai pengaturan harga ekspor adalah Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 26/M-DAG/PER/7/2008 tentang penetapan harga patokan ekspor (HPE) atas barang ekspor tertentu, seprti kelapa sawit dan produk CPO (kayu,rotan, dan kulit). Menurut peraturan tersebut HPE akan ditetapkan setiap bulan dan penetapannya berpedoman pada harga rata-rata internasional atau harga rata-rata FOB di beberapa pelabuhan di Indonesia. Sedangkan PE, berpedoman pada harga rata-rata CPO CIF Rotterdam satu bulan sebelum penetapan HPE, yakni sebesar 1182, 94 dolar AS/MT.

INDUSTRIALISASI

Pada sekitar tahun 1920-an industri-industri modern di Indonesia semuannya dimiliki oleh orang asing meskipun jumlahnya relatif sedikit. Industri kecil yang ada pada masa itu berupa industri rumah tangga seperti penggilingan padi, tekstil dan sebagainya. Tenaga kerja terpusat disektor pertanian dan perkebunan untuk memenuhi kebutuhan ekspor pemerintah kolonial. Perusahaan besar modern hanya ada dua buah, itupun dimiliki oleh orang asing yaitu seperti pabrik rokok milik British American Tobacco dan perakitan kendaraan bermotor General Motor Car Assembly. Pada tahun 1930-an menurunnya keadaan perekonomian, pnerimaan ekspor turun dari 1.448 juta Gulden (tahun 1929) menjadi 505 juta Gulden (tahun 1935) sehingga mengakibatkan banyaknya penganguran. Situasi ini mendorong pemerintah untuk mengubah sistem dan pola kebijaksanaan ekonomi dengan memberikan kemmudahan dalam pemberian izin dan fasilitas dalam pendirian industri baru.
Menurut sensus industri pada tahun 1939, industri yang ketika itu dapat memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 173 ribu orang yang bergerak di bidang pengolahan makanan dan tekstil serta barang-barang logam, semuanya milik orang asing. Meskipun sumber dan struktur investasi pada masa itu tidak terkoordinasi denan baik, tetapi menurut sebuah taksiran, stok investasi total di Indonesia pada tahun 1937 lebih kurang sebesar US$2.264 juta, lebih dari separuhnya (US$1.411 juta) dimiliki oleh sektor swasta.
Pada masa Perang Dunia II kondisi industrialisasi cukup baik. Namun keadaaanya berbalik semasa pendudukan Jepang. Yang disebabkan oleh adanya larangan impor bahan mentah, diangkutnya barang-barang kapital ke Jepang dan memaksa tenaga kerja (romusha) sehingga investasi asing menjadi nihil. Lima belas tahun setelah merdeka, Indonesia menjadi negara yang mengimpor besar barang-barang kapital dan teknologi, serta mulai memprioritas pengembangan sektor industri dan menawarkan investasi asing. Akibat kebijaksanaan itu, penanaman modal asing mulai berdatangan meskipun masih dalam masa percobaan.
Pemberlakuan dua undang-undang baru dalam bidang penanaman modal yakni pada tahun 1967 untuk PMA dan pada tahun 1968 untuk PMDN, ternyata mampu dapat membangkitkan kegiatan sektor industri. Industri-industri baru mulai tumbuh, utamanya industri substitusi impor.    

Konsep dan tujuan industrialisasi
Industrialisasi adalah suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi. Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu :
(1) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri.
(2) Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri.
(3) Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian.
(4) Mendukung perkembangan sektor infrastruktur.
(5) Meningkatkan kemampuan teknologi.
(6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk.
(7) Meningkatkan penyebaran industri.

Faktor-faktor Pendorong Industrialisasi
  • Kemampuan teknologi dan inovasi
  • Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita
  • Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat.
  • Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi.
  • Cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
  • Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi.
  •  Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi ekspor.

 Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional

Perusahaan manufaktur merupakan faktor utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industri secara nasional di negara itu. Perkembangan ini dapat dilihat baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan. Sejak krisis ekonomi dunia yang terjadi tahun 1998 dan menurunnya keadaan perekonomian nasional, perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan perkembangan industri nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering terlihat merosot ketimbang grafik peningkatannya. Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).
Permasalahan Industrialisasi
Industri manufaktur di LDCs lebih terbelakang dibandingkan di DCs, hal ini karena :
1. Keterbatasan teknologi.
2. Kualitas Sumber daya Manusia.
3. Keterbatasan dana pemerintah (selalu difisit) dan sektor swasta.
4. Kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian masih rendah.
Strategi Pembangunan Sektor Industri
Strategi substitusi impor (Inward Looking). Pertimbangan menggunakan strategi ini:
  • Sumber daya alam & Faktor produksi cukup tersedia
  • Potensi permintaan dalam negeri memadai.
  • Sebagai pendorong perkembangan industri manufaktur dalam negeri.
  • Kesempatan kerja menjadi luas
  • Pengurangan ketergantungan impor

Strategi promosi ekspor (outward Looking)
Beorientasi ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri dalam negeri yang memiliki keunggulan bersaing. Rekomendasi agar strategi ini dapat berhasil :
  1. Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar yang merefleksikan kelangkaan barang yang bisa baik pasar input maupun output.
  2. Tingkat proteksi impor harus rendah.
  3. Nilai tukar harus realistis.
  4. Ada insentif untuk peningkatan ekspor.  

Kamis, 19 Mei 2011

SEKTOR PERTANIAN

Peranan Sektor Pertanian

Sektor pertanian yang dimaksud dalam konsep pendapatan nasional menurut lapangan usaha atau sektor produksi ialah pertanian dalam arti luas. Di Indonesia disebut negara agraris atau pertanian karena peran pertanian masih dominan dalam hal: 
  • PDB (Produk Domestik Bruto)
  • Penyerapan tenaga kerja
  • Nilai ekspor.
Dari ke empat sektor produksi yaitu Pertanian, Perindustrian, Pertambangan dan Perdagangan (jasa). Perubahan struktur ekonomi yang terjadi di Indonesia selama periode 1990-an, PDB dari sektor pertanian (termasuk perternakan, kehutanan, dan perikanan) mengalami penurunan (atas harga kostan 1993) dari sekitar 17,9% pada tahun 1993 menjadi 19,6% pada tahun 1999, sedangkan PDB dari industri manufaktur meningkat  dari 22,3% menjadi 26,0%. Sedangkan dari tahun 2000-2006 PDB dari pertanian lebih rendah sekitar 15% sedangkan dari industri naik sekitar 27% hingga 28%. Sedangkan harga yang berlaku di PDB dari pertanian menurun dari 19,4% pada awal dekade  90-an menjadi 13,6% pada tahun 2006 dan pada kuartal 1, tahun 2007 tercatat sebesar 14%. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Distribusi PDB menurut Tiga Sektor Besar, 1968-2007 (%)1

Sektor
1968
1988
1990
1995
2000
2002
2003
2004
2005
2006
20074
Pertanian2
51,0
24,1
19,4
17,1
15,6
15,5
15,2
14,3
13,1
13,6
13,9
Industri
8,55
18,55
39,1
41,8
45,9
44,5
43,7
44,6
46,8
47,0
27,65
Jasa-jasa
36,33
45,23
41,5
41,1
38,5
40,1
41,1
41,0
40,2
40,0
49,33
Keterangan : 1) atas harga yang berlaku; 2) termasuk perikanan, perkebunan, kehutanan, perternakan; 3) terdiri atas sektor listrik, gas, dan air minum, kontruksi, perdagangan,pengangkutan dan komunikasi, bank dan lembaga keuangan, sewa rumah, pemerintah, dan jasa-jasa; 4) kuartal I ; 5) manufaktur

Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan PDB bukan berarti volume produksi sektor berkurang(pertumbuhan negatif). Pada periode 2001-2004, ouput pertanian tumbuh sekitar 3%-4%, sedangkan industri tumbuh sekitar 3%-6%. Dari data BPS semester I, pada tahun 2005 output prtanian hanya tumbuh 0,3%, sementara output industri tumbuh sekitar 6,8%, sedangkan untuk triwulan III-2007 dibandingkan dengan triwulan dengan tahun 2006, pertumbuhan output pertanian sekitar 8,9%. Untuk triwulan lain selama 2007 tidak ditunjukan dalam tabel dibawah ini.

Pertumbuhan PDB menurut sektor di Indonesia, 2001-2007 (triwulan III)

Sektor
Periode
2001
2002
2003
2004
Semester I 2005
Triwulan III-2007
Terhadap Sem. I 2004
Terhadap Sem. II 2004
Terhadap Triw. III 2006
Sumber Pertumbuhan (year on year)
Pertanian*
3,1
3,2
4,3
4,1
0,3
5,1
8,9
1,3
Pretambangan & penggalian
0,3
1,0
-0,9
-4,6
-0,9
-5,5
1,8
0,2
Industri manufaktur
3,3
5,3
5,3
6,2
6,8
2,7
4,5
1,2
Listrik, gas & air bersih
7,9
8,9
5,9
5,9
7,7
3,6
11,7
0,1
Bangunan
4,6
5,5
6,7
8,2
7,4
0,7
7,5
0,5
Perdagangan, hotel & restoran
4,4
3,9
5,3
5,8
9,7
3,0
6,9
1,2
Transpotasi& komunikasi
8,1
8,4
11,6
12,7
13,5
4,7
12,5
0,8
Keuangan, sewa & perusaan jasa
6,6
6,4
7,0
7,7
8,2
4,0
8,0
0,7
Jasa-jasa lainnya
3,2
3,8
3,9
4,9
4,6
2,5
5,7
0,5
PDB
3,8
4,4
4,9
5,1
5,9
2,4
6,5
6,5
PDB tanpa minyak & gas
5,1
5,1
5,8
6,2
7,0
3,1
6,9
6,4
Keterangan : *) termasuk perikanan, perkebunan, kehutanan, dan perternakan.

2.   Sektor Pertanian di Indonesia

Selama periode 1995-1997

PDB sektor pertanian (peternakan, kehutanan & perikanan) menurun & sektor lain seperti manufaktur meningkat. Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian < output sektor non pertanian 1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas.
Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan:
·         Iklim, kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun
·         Lahan garapan petani semakin kecil
·         Kualitas SDM rendah
·         Penggunaan Teknologi rendah

3.   Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani, Selisih harga output pertanian dengan harga inputnya (rasio indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar).
NTP (Nilai Tukar Petani) setiap wilayah berbeda dan ini tergantung:
  •  Inflasi setiap wilayah
  •  Sistem distribusi input pertanian
  •  Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S)D>S (harga naik) & D<S (harga turun)      

4.   Investasi di Sektor Pertanian

Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Setidaknya ada empat hal yang dapat dijadikan alasan. Pertama, Indonesia merupakan negara berkembang yang masih relatif tertinggal dalam penguasaan Iptek muktahir serta masih menghadapi kendala keterbatasan modal, jelas belum memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) pada sektor ekonomi yang berbasis Iptek dan padat modal. Oleh karena itu pembangunan ekonomi Indonesia sudah selayaknya dititikberatkan pada pembangunan sektor-sektor ekonomi yang berbasis pada sumberdaya alam, padat tenaga kerja, dan berorientasi pada pasar domestik. Dalam hal ini, sektor pertanianlah yang paling memenuhi persyaratan.
Kedua, menurut proyeksi penduduk yang dilakukan oleh BPS penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 228-248 juta jiwa pada tahun 2008-2015. Kondisi ini merupakan tantangan berat sekaligus potensi yang sangat besar, baik dilihat dari sisi penawaran produk (produksi) maupun dari sisi permintaan produk (pasar) khususnya yang terkait dengan kebutuhan pangan. Selain itu ketersedian sumber daya alam berupa lahan dengan kondisi agroklimat yang cukup potensial untuk dieksplorasi dan dikembangkan sebagai usaha pertanian produktif merupakan daya tarik tersendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya.
Ketiga, walaupun kontribusi sektor pertanian bagi output nasional masih relatif kecil dibandingkan sektor lainnya yakni hanya sekitar 12,9 persen pada tahun 2006 namun sektor pertanian tetap merupakan salah satu sumber pertumbuhan output nasional yang penting. Berdasarkan data BPS, pada Bulan Februari 2007 tercatat sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar, yakni sekitar 44 persen.
Keempat, sektor pertanian memiliki karakteristik yang unik khususnya dalam hal ketahanan sektor ini terhadap guncangan struktural dari perekonomian makro (Simatupang dan Dermoredjo, 2003 dalam Irawan, 2006). Hal ini ditunjukkan oleh fenomena dimana sektor ini tetap mampu tumbuh positif pada saat puncak krisis ekonomi sementara sektor ekonomi lainnya mengalami kontraksi. Saat kondisi parah dimana terjadi resesi dengan pertumbuhan PDB negatif sepanjang triwulan pertama 1998 sampai triwulan pertama 1999, nampak bahwa sektor pertanian tetap bisa tumbuh dimana pada triwulan 1 dan triwulan 3 tahun 1998 pertumbuhan sektor pertanian masing-masing 11,2 persen, sedangkan pada triwulan 1 tahun 1999 tumbuh 17,5 persen. Adapun umumnya sektor nonpertanian pada periode krisis ekonomi yang parah tersebut pertumbuhannya adalah negatif (Irawan, 2004, dalam Irawan, 2006).
Mengingat pentingnya peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional tersebut sudah seharusnya kebijakan-kebijakan negara berupa kebijakan fiskal, kebijakan moneter, serta kebijakan perdagangan tidak mengabaikan potensi sektor pertanian. Bahkan dalam beberapa kesempatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pentingnya sektor pertanian dengan menempatkan revitalisasi pertanian sebagai satu dari strategi tiga jalur (triple track strategy) untuk memulihkan dan membangun kembali ekonomi Indonesia. Salah satu tantangan utama dalam menggerakan kinerja dan memanfaatkan sektor pertanian ini adalah modal atau investasi. Pengembangan investasi di sektor pertanian diperlukan untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan petani, serta pengembangan wilayah khususnya wilayah perdesaan.

5.   Keterkaitan Pertanian dengan Industri Manufaktur

Salah satu penyebab krisis ekonomi adalah kesalahan industrialisasi yg tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sector pertanian (+) walaupun kecil, sedangkan industri manufaktur (-). Jepang, Taiwan & Eropa dlm memajukan industri manufaktur diawali dengan revolusi sektor pertanian.
Alasan sektor pertanian harus kuat dlm proses industrialisasi :
  • Sektor pertanian kuat, pangan terjamin, tdk ada lapar,kondisi sospol stabil
  • Sudut Permintaan, Sektor pertanian kuat, pendapatan riil perkapita naik, permintaan oleh petani thd produk industri manufaktur naik berarti industri manufaktur berkembang & output industri menjadi input sektor pertanian.
  • Sudut Penawaran, permintaan produk pertanian sbg bahan baku oleh industri manufaktur.
  • Kelebihan output siktor pertanian digunakan sebagai sumber investasi sektor industri manufaktur seperti industri kecil dipedesaan.
Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor pertanian dam industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada barang impor.