Tugas 9
Anti
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pengertian
Secara etimologi, kata “Monopoli” berasal dari kata Yunani “Monos” yang berarti sendiri dan “Polein” yang berarti penjual. Monopoli sebagai
suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu
barang atau jasa tertentu.
“Antitrust”
untuk
pengertian yang sepadan dengan istilah “Anti
Monopoli”atau istilah “dominasi” yang
dipakai masyarakat Eropa yang artinya sepadan dengan istilah “Monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya
hampir sama yaitu “Kekuatan Pasar” .
Dalam pratek keempat
kata tersebut, yaitu istilah “Monopoli”, “Antitrust”,
“Kekuatan Pasar” dan istilah “Dominasi”
saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan
untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar, dimana
dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang pontensial, dan
terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk
tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum
tentang permintaan dan penawaran pasar.
Pengertian Pratek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no. 5 Tahun 1999 tentang Pratek monopoli adalah Pemusatan
kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan pemasaran atas barang dan jasa tertentu sehingga
menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan
umum.
Undang-Undang Anti
Monopoli No. 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu
penguasaan atas produksi dan pemasaran barang dan atas penggunaan jasa tertentu
oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha(Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Anti Monopoli). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan
kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan
dikuasainya produksi atau pemasaran atas barang dan jasa tertentu sehingga
menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum. Sesuai Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
Azas
dan Tujuan
Azas
:
Pelaku usaha di
Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum.
Tujuan
:
Undang-Undang (UU)
persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidaj Sehat (UU no. 5/1999) yang bertujuan untuk
memelihara pasar kompentatif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang
cenderung mengurangi dan menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU
persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan
konsumen.
Kegiatan
yang Di Larang
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan
menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha
tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di
antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan
pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik,
telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta
sepenuhnya
Perjanjian
yang Di Larang
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata,
UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek
hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu
perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu
atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak
tertulis .
Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan.
Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian.
Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat
diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya
di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan”
tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut collusive behaviour termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli .
Perjanjian yang dilarang dalam UU
No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebagai berikut :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
Perjanjian yang dilarang penggabungan,
peleburan, dan pengambil-alihan :
Penggabungan, adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Peleburan, adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan
satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva
dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang
meleburkan diri berakhir karena hukum.
Pengambil alihan, adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku
usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan
atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya
pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut Terdapat sepuluh jenis
perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No. 5/1999 (sebagaimana
diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/1999). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan
usaha yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam
pelaksanaannya karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda
antara pelaku usaha dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh
jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999.
Bisa jadi suatu perjanjian atau suatu kegiatan usaha dianggap masuk dalam
kategori pasal 50 UU No. 5/1999 oleh pelaku usaha, tetapi justru dianggap
melanggar undang-undang oleh KPPU. Oleh karena itu, perlu adanya ketentuan
lanjutan yang lebih detil mengatur pelaksanaan sepuluh jenis perjanjian dan
kegiatan usaha tersebut demi menghindarkan salah tafsir dan memberikan
kepastian hukum baik bagi pengusaha maupun bagi KPPU. Sebagaimana dapat dibaca
di pasal 50 dan 51, aturan tentang sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha
tersebut masing-masingnya diatur dengan sangat singkat, dalam satu kalimat
saja.
Hal-hal
yang dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Hal-hal
yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang terdiri dari :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
Kegiatan-kegiatan
tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
(3) Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi
Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi
amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi
tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan
perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi
dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga,
diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing,
pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak
luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan
kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan
pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang
menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar,
menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi
produsen sebagai price taker.
2. Keragaman produk dan harga dapat
memudahkan konsumen menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga
tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli.
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena
produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal,
secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi
pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan
Sanksi
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu
wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil
penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi
administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli.
Apa saja yang termasuk dalam sanksi
administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya
diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif,
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. .
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. .
Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok :
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49 Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti
melakukan pelanggaran terhadap undang-undang
ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian
kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak
lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar